Jakarta (ANTARA) - Penyidik Bareskrim Polri mendalami dugaan kebocoran informasi soal putusan Mahkamah Konstitusi (MK) terkait uji materi sistem pemilihan umum legislatif.

Kepala Divisi Humas (Kadivhumas) Polri Irjen Pol. Sandi Nugroho, dalam keterangannya di Jakarta, Jumat, menyebut pendalaman itu dilakukan setelah Bareskrim menerima laporan polisi terkait dugaan kebocoran putusan MK tersebut.

"Saat ini sedang dilakukan pendalaman oleh penyidik Bareskrim Polri," kata Sandi.

Pendalaman itu berdasarkan laporan polisi yang dilaporkan oleh pelapor berinisial AWW pada Rabu (31/5). Laporan tersebut terdaftar dengan Nomor: LP/B/128/V/2023/SPKT/Bareskrim Polri.

"Yang dilaporkan adalah pemilik atau pengguna akun Twitter @dennyindrayana dan pemilik atau pengguna akun Instagram @dennyindrayana99," kata Sandi.

Baca juga: KPU sebut putusan MK soal sistem pemilu tak ganggu tahapan Pemilu 2024

Pemilik akun tersebut dilaporkan atas dugaan tindak pidana ujaran kebencian, berita bohong, penghinaan terhadap penguasa dan pembocoran rahasia negara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 45 A ayat (2) juncto Pasal 28 Ayat (2) Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan atas UU Nomor 11 Tahun 2008 tentang ITE dan/atau Pasal 14 Ayat (1) dan Ayat (2) dan Pasal 15 UU Nomor 1 Tahun 1946 tentang Peraturan Hukum Pidana dan/atau Pasal 112 KUHP Pidana dan/atau Pasal 112 KUHP dan/atau Pasal 207 KUHP.

Dalam laporan tersebut, pelapor menyertakan dua orang sebagai saksi, yakni inisial WS dan AF, serta barang bukti berupa satu bundle berkas berisi tangkapan layar akun Instagram @dennyindrayana99 dan satu buah flashdisk berwarna putih.

Menurut uraian kejadian, pada tanggal 31 Mei 2023, pelapor melihat unggahan di media sosial Twitter @dennyindrayana dan Instagram @dennyindrayana99 tentang tulisan yang diduga melanggar UU ITE.

"Postingan tulisan yang diduga mengandung unsur ujaran kebencian, berita bohong, penghinaan terhadap penguasa dan pembocoran rahasia negara," kata Sandi.

Baca juga: Delapan parpol DPR minta MK tetap terapkan sistem proporsional terbuka

Sebelumnya, Senin (29/5), Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menkopolhukam) Mahfud MD menyebut MK akan mencari orang yang diduga membocorkan informasi soal putusan terkait uji materi sistem pemilu legislatif.

Pada Minggu (28/5), Denny Indrayana melalui akun Twitter @dennyindranaya mengatakan, "Pagi ini saya mendapatkan informasi penting. MK akan memutuskan pemilu legislatif kembali ke sistem proporsional tertutup, kembali memilih tanda gambar partai saja."

Dalam cuitannya, Denny juga sempat menyinggung soal sumbernya di Mahkamah Konstitusi. Namun, dia memastikan sumbernya bukan merupakan hakim konstitusi.

Baca juga: Mahfud klarifikasi ke MK soal putusan gugatan sistem pemilu

Dari informasi yang ia terima, Denny Indrayana menyebut komposisi hakim MK yang akan memutus gugatan tersebut adalah 6:3. Artinya, enam hakim MK menyatakan akan memutus pemilu kembali ke proporsional tertutup dan tiga hakim lain tetap memutus sistem pemilihan proporsional terbuka.

Sehingga, Denny menyebut Indonesia akan kembali ke sistem pemilihan tertutup yang dinilainya otoritarian dan koruptif.

Sementara itu, MK menerima permohonan uji materi terhadap Pasal 168 ayat (2) UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu, khususnya pasal terkait sistem proporsional terbuka, yang didaftarkan dengan nomor registrasi perkara 114/PUU-XX/2022 pada 14 November 2022.

Enam orang yang menjadi pemohon ialah Demas Brian Wicaksono (Pemohon I), Yuwono Pintadi (Pemohon II), Fahrurrozi (Pemohon III), Ibnu Rachman Jaya (Pemohon IV), Riyanto (Pemohon V), dan Nono Marijono (Pemohon VI).

Baca juga: Kapolri buka kemungkinan selidiki isu kebocoran putusan MK

Pewarta: Laily Rahmawaty
Editor: Fransiska Ninditya
Copyright © ANTARA 2023